Ini
merupakan topik perdebatan tiada akhir di kalangan mahasiswa dan sarjana. Banyak
yang berpikir bahwa IPK tidak mencerminkan ilmu dan kemampuan penerapan seorang
sarjana di dunia kerja. Tapi kenapa nyaris semua institusi mempersyaratkan IPK
sekian untuk menyaring calon pegawainya? Itu karena tiap institusi ingin
mencari calon karyawan yang minimal memenuhi dua kriteria: kompeten dan berkomitmen pada Perusahaan. Pelamar
yang ber-IPK minimal 3.00, apalagi dari Perguruan Tinggi terkemuka (reputable
University), merupakan jaminan seorang mahasiswa berkomitmen pada apa yang
dikerjakannya. IPK merupakan indikator kinerja bagi para lulusan baru (fresh
graduate). Kasarnya, jika pada kuliah sendiri saja tidak tanggung jawab/komitmen
apalagi terhadap pekerjaan.
Biasanya lebih mudah bagi Perusahaan
untuk mendidik sarjana ber-IPK ≥3.00 ketimbang yang kurang dari itu.
IPK memang jarang bohong. Terkait penguasaan ilmu yang didapat selama kuliah
hal itu korelasinya tidak sederhana dalam dunia kerja. Misalnya sarjana teknik
lingkungan yang dipersyaratkan pengalaman kerja jika ingin melamar lowongan
waste water treatment plan (WWTP) atau plus sertifikasi AK3U kalau melamar
fungsi K3. Ini beda dengan sarjana akuntansi, teknik mesin, psikologi, atau
teknik elektro yang bagi lulusan barunya banyak tersedia lowongan nonpengalaman
atau bersertifikat. Jurusan yang lowongannya benar-benar bicara penerapan
sejauh ini yang saya tahu adalah komputer dan kesehatan. Kedua jurusan ini akan
sangat diuji ilmu-ilmu yang mereka dapat selama kuliah oleh para calon user.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar