Supaya
secara teknis efektif dalam proses komersial pemisahan, baik itu pemisahan zat
atau pemurnian, material adsorben harus memiliki volume internal tinggi yang
mana memungkinkan dimasuki oleh partikel yang ingin direduksi dari larutan. Contoh
padatan berpori tinggi diantaranya adalah karbon atau zat anorganik di alam dan
bahan sintetis atau yang memang secara alami terbentuk yang dalam kesempatan
tertentu mungkin memiliki penyaring berukuran molekular. Adsorben juga harus
memiliki kemampuan mekanikal yang baik seperti kekuatan serta ketahanan
terhadap pengikisan dan wajib pula punya kemampuan kinetik yang bagus. Adsorben
harus mampu mentransfer molekul adsorbat secara cepat menuju titik adsorpsi.
Pada banyak penerapan, adsorben harus diregenerasi setelah digunakan dan oleh
karenanya sangat diharapkan regenerasi adsorben bisa dilakukan secara efisien
tanpa merusak kemampuan mekanikal dan adsorpsi. Bahan mentah dan metode
produksi adsorben haruslah murah supaya suskes bersaing secara ekonomi dengan
alternatif proses pemisahan lainnya (Critenden dkk, 1998).
Permukaan internal adsorben yang
luas akan meningkatkan kapasitas penyerapan yang mana mendukung kesuksesan
proses pemisahan atau pemurnian. Adsorben bisa dibuat dengan luas permukaan
internal yang berkisar antara sekitar 100 m2/g sampai dengan lebih
dari 3000 m2/g. Demi aplikasi praktis, bagaimanapun, kisaran
tersebut normalnya dibatasi menjadi sekitar 300-1200 m2/g. Untuk
kebanyakan adsorben, luas permukaan internal terjadi karena banyaknya pori
dalam beragam ukuran. Banyak material adsorben seperti karbon, jel silika, atau
alumina, berbentuk tidak teratur dan mengandung jaringan mikropori, mesopori,
dan makropori yang kompleks serta saling terhubung (Critenden dkk, 1998).
Gambar 1: Ilustrasi struktur partikel adsorben dalam kaitannya dengan resistensi terhadap material fluida. (Sumber: Critenden dkk, 1998) |
Kebalikannya,
adsorben zeolit memiliki pori yang ukurannya teratur meskipun struktur
makropori tersebut dibentuk ketika pelet zeolit diolah dari kristal zeolit
dengan penambahan bahan pengikat. Molekul cair sebelum diadsorpsi oleh
permukaan internal adsorben harus terlebih dulu melewati cairan film yang
berada di luar partikel adsorben untuk selanjutnya menuju struktur makropori,
lalu terus ke mikropori di mana molekul teradsorpsi (Critenden dkk, 1998).
Ukuran
pori umumnya digolongkan ke dalam tiga rentang: makropori dengan diameter pori
lebih dari 50 nm, mesopori (dikenal juga sebagai pori transisional) memiliki
diameter pori berkisar antara 2-50 nm, dan mikropori yang memiliki diameter
lebih kecil dari 2 nm. Pori-pori paling besar di struktur internal adsorben
umumnya punya rentang ukuran submikron dan mereka hanya dihitung sebagian saja
dari total volume.
Gambar 2: Distribusi ukuran pori: (a) Zeolit 3A, (b) 4A, (c) 5A, (d) 10X, (e) 13X, (f) saringan molekular karbon, dan (g) karbon aktif. (Sumber: Critenden dkk, 1998) |
Luas permukaan material adsorben
lazimnya diukur lewat adsorpsi nitrogen pada suhu cair nitrogen (-196,150C).
Hasil pengukuran tersebut kemudian diinterpretasi menggunakan isoterm BET.
Volume pori adsorben dapat diukur lewat pengukuran jumlah adsorbat, seperti
nitrogen, yang teradsorpsi pada tekanan yang ditentukan hingga tekanan uapnya
tersebut jenuh. Selanjutnya diasumsikan bahwa kondensasi terjadi pada pori-pori
kecil dan persamaan Kelvin bisa digunakan untuk menemukan pori terbesar di mana
gas, misalnya nitrogen, bisa mengembun. Perbedaan tekanan gas bisa digunakan
untuk melihat distribusi pori adsorben. Porosimetri merkuri adalah suatu teknik
yang diterapkan untuk menentukan distribusi pori. Mula-mula, semua gas
dihilangkan dari adsorben lalu kemudian tekanan digunakan untuk mendesak
merkuri memasuki pori. Sebaran ukuran pori bisa diukur dari kurva
volume-tekanan (Critenden dkk, 1998).
Gambar 3: Ilustrasi adsorpsi pada karbon aktif. |
Pori
adsorben dengan rentang ukuran yang luas digunakan pada pemurnian cairan dan
aplikasi pemisahan zat. Sebagian besar adsorben tersebut dibuat di pabrik tapi
beberapa lain diantaranya seperti beberapa jenis zeolit terbentuk secara alami.
Tiap material adsorben memiliki karakteristiknya tersendiri seperti porositas,
struktur pori, dan sifat adsorpsi permukaan. Tiap ciri ini bisa memainkan peran
dalam proses pemisahan. Jangkauan kemampuan adsorben pada proses pemisahan
molekul A dari molekul B diketahui sebagai bagian keselektifannya. Bilangan
pemisahan zat a menunjukkan nilai numerikal keselektifan adsorben yang
didefinisikan sebagai berikut (Critenden dkk, 1998):
aa
= (xi : yi)/(Xj : Yj)
Dapat dilihat Xi dan Yi secara jelas merupakan ekuilibrium
fraksi/pecahan mol dari komponen i dalam zat teradsorpsi dan fase cair secara
bertutut-turut. Dalam praktiknya, satuan X dan Y bisa
diubah untuk menyesuaikan dengan sistem dalam penelitian,
camkan bahwa penting di penelitian komparatif untuk a supaya tetap
nondimensional. Sebagai contoh, Xj dapat melambangkan muatan komponen j
adsorben dalam satuan mg/g ketimbang pecahan mol. Keselektifan adsorpsi suatu
adsorben mungkin pula menampakkan dirinya dalam satu atau beberapa cara dalam
suatu proses pemisahan zat.
a)
Keselektifan mungkin terjadi karena perbedaan
ekuilibrium termodinamika di tiap adsorbat-adsorben; Ini sering dikenal sebagai
efek ekuilibrium.
b)
Keselektifan mungkin terjadi karena perbedaan
nilai (kemampuan) perpindahan beragam adsorbat saat menuju struktur internal
adsorben; ini sering dikenal efek kinetik.
c)
Bukaan pori adsorben mungkin terlalu kecil
untuk dipenetrasi satu atau lebih jenis adsorbat; ini sering dikenal sebagai
efek saringan molekular adsorben dan bisa dianggap sebagai kejadian ektrem dari
efek kinetik.
d)
Keselektifan mungkin terjadi karena beberapa
jenis adsorbat didesorpsi dari adsorben, sedangkan yang lain tidak; ini umumnya
dikenal sebagai efek desorpsi.
Faktor-faktor
yang memengaruhi ekuilibrium pemisahan molekul tergantung pada sifat interaksi
alami adsorbat-adsorben pada permukaan adsorben, apakah itu, adsorben yang
polar, nonpolar hidrofilik (larut dalam air), hidrofobik (tidak larut dalam
air), dsbg (Ecochemical, 2009); ini juga masih dipengaruhi kondisi proses
adsorpsi seperti suhu, tekanan, dan konsentrasi. Pemisahan zat secara kinetik
umumnya bisa dilakukan hanya oleh saringan molekular adsorben seperti pada
zeolit dan saringan karbon. Keselektifan kinetik adsorben dalam kasus ini
banyak ditentukan oleh rasio sebaran mikropori adsorbat. Demi proses pemisahan
zat secara kinetik yang lebih baik, ukuran mikropori adsorben harus dapat
dibandingkan dengan dimensi molekul adsorbat yang tersebar (Critenden dkk,
1998).
Lebih
dari satu mekanisme pemisahan bisa dieksploitasi pada beberapa penerapan namun,
pada mekanisme khusus lainnya ini justru bisa kontraproduktif. Perhatikan
contoh pemisahan antara oksigen dengan nitrogen. Ekuilibrium muatan nitrogen
jauh lebih besar dari oksigen dan argon, oleh karenanya memungkinkan untuk
menggunakan efek ekuilibrium zeolit 5A agar lebih mengadsorpsi nitrogen dari
udara supaya tercapai kemurnian oksigen yang relatif tinggi. Dalam praktiknya,
kemurnian oksigen lewat proses yang secara komersial sukses ini terbatas pada
nilai maksimal 96% karena argon (terkandung di udara dalam konsentrasi sekitar
1%) tidak begitu teradsoprsi yang menyebabkan ia tetap ada dalam produk
oksigen.
Gambar 4: Sketsa isoterm ekuilibrium oksigen, nitrogen, dan argon pada zeolit 5A pada suhu 200C. (Sumber: Critenden dkk, 1998) |
Gambar 5: Sketsa isoterm ekuilibrium oksigen dan nitrogen pada saringan molekular karbon pada suhu 200C. (Sumber: Critenden dkk, 1998) |
Untuk jenis adsorben karbon jelas
bahwa perbedaan ekuilibrium isoterm adsorben ini (gambar 5) mungkin tidak cukup
membuat proses pemisahan oksigen dan nitrogen menarik secara komersial. Gambar 6
betapapun menunjukkan bahwa nilai penyerapan oksigen oleh saringan molekular
karbon 40-50 kali lipat dari nitrogen, khusunya pada menit-menit awal. Alasan
untuk kejadian ini walau sementara belum sepenuhnya dipahami namun
diasosiasikan dengan efektifitas penyebaran molekul oksigen yang lebih besar
ketimbang efektifitas penyebaran molekul nitrogen pada saringan molekular
karbon. Maka itu jelas, untuk memproduksi nitrogen dengan kemurnian tinggi dari
udara menggunakan saringan molekular karbon membutuhkan waktu adsorpsi yang
relatif cepat dikarenakan terjadinya eksploitasi efek kinetik adsorben-adsorbat
dan tidak bekerjanya efek ekuilibrium secara signifikan.
Gambar 6: Sketsa tingkat penyerapan fraksional oksigen dan nitrogen pada saringan molekular karbon. (Sumber: Critenden dkk, 1998) |
Produksi nitrogen dengan kemurnian tinggi
lewat tekanan yang berubah-ubah menggunakan saringan molekular karbon sejauh
ini merupakan proses komersial yang sukses (Critenden dkk, 1998).
Pemisahan
etanol menggunakan zeolit 3A adalah contoh bagus dari efek saringan molekular.
Zeolit 3A memiliki ukuran pori 0,29 nm yang mana lebih besar dari molekul air
yang diameternya 0,26 nm. Ini artinya molekul air bisa masuk melewati pori-pori
kristal. Etanol memiliki diameter molekul sekitar 0,45 nm dan karenanya tidak
bisa masuk ke pori-pori kristal. Jenis zeolit lainnya juga bisa menggunakan
efek saringan molekular. Dalam rangka menahan pengaruh lingkungan, adsorben
biasanya diproduksi dalam bentuk granular, bulat, atau silinder berongga dengan
rentang ukuran paling sering sekitar 0,5-8 mm. Bentuk khusus seperti ekstrudat
tri-lobus juga tersedia untuk tujuan menjaga hilangnya tekanan supaya tetap
kecil ketika adsorben dimuat ke dalam bejana. Bentuk lain yang juga diproduksi
untuk keperluan khusus misalnya berupa bubuk atau monolit (pelet). Beberapa
material adsorben, khususnya zeolit, membutuhkan zat pengikat dalam rangka
tidak hanya menimbulkan kekuatan mekanikal namun pula menyediakan struktur
makropori yang cocok supaya molekul adsorbat bisa masuk menuju struktur
mikropori internal (Critenden dkk, 1998).
Daftar pustaka:
Crittenden, Barry dan W. J. Thomas
(1998). Adsorption Technology &
Design. United Kingdom: Elsevier Science & Technology Books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar