|
Keseharian di TPA sampah. |
Bergelut dengan
sampah tiap hari; baju kotor-kumal; Sepanjang waktu menyandang keranjang rotan
besar; gancu tidak pernah lepas dari tangan; badan bau; jauh dari kesan mewah.
Semua itu merupakan ciri pemulung di tempat pengolahan akhir (TPA) sampah.
Banyak yang iba pada kehidupan mereka. Tidur di gubuk-gubuk yang terbuat dari
barang-barang bekas sambil mengasuh anak-anak yang masih kecil merupakan
pemandangan lazim di TPA sampah. Banyaknya anak kecil yang bermain di jam
sekolah membuat banyak orang yang melihatnya berpikir bahwa Bapak-Ibu mereka
tidak mampu menyekolahkan. Melihat hal-hal tadi mayoritas orang tua niscaya
bakal melarang anaknya untuk jadi pemulung di TPA sampah.
|
Kunjungan mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Malahayati
Bandar Lampung ke TPA Bakung 2012. |
|
Salah satu sisi TPA Bakung. |
|
Kesibukan pemulung di TPA Bakung. |
Tapi, berdasarkan kunjungan saya ke
TPA Bakung yang terletak di Kecamatan Bakung, Teluk Betung Barat, Bandar
Lampung pada 12 Oktober 2012 ternyata kehidupan pemulung di sana tidak senahas
yang kita pikirkan. Saya ke sana bersama teman-teman Teknik Lingkungan yang
sedang mengambil mata kuliah persampahan dalam rangka peninjauan langsung
kondisi pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung. Kami tadinya hanya
melihat-lihat di sana dan bertanya-tanya pada PNS Pengelola TPA Bakung seputar
persampahan kota Bandar Lampung. Namun, karena saya butuh bahan tulisan blog untuk
mengikuti lomba blog Viva-EXTRAJOSS Kurban 2012 makanya saya beranikan bertanya
topik lain ke Bapak Kepala Pengelola TPA Bakung. Pertanyaan saya dari mulai
kesehatan hingga pendapatan pemulung di TPA Bakung.
Alangkah terkejutnya waktu saya tahu
bahwa ternyata pendapatan pemulung di TPA Bakung paling sial adalah Rp50.000/orang/hari.
Jumlahkan saja bila satu keluarga beranggotakan dua anak dan Bapak-Ibu maka
pendapatan mereka paling kecil adalah Rp200.000/KK/hari. Menurut pengalaman,
biasanya pemulung luar tidak bakal bisa masuk ke suatu TPA sampah tanpa kenalan
dalam. Dengan kata lain, TPA sampah biasa dimonopoli oleh segelintir keluarga
saja. Saya pun menemukan fakta kenapa banyak anak-anak di sana bebas bermain di
jam sekolah. Ternyata banyak dari mereka yang jadi terlalu malas sekolah lantaran
sudah tahu enaknya cari duit. Gubuk-gubuk tidak manusiawi di TPA Bakung
ternyata pula hanyalah tempat istirahat siang sedangkan, rumah sebenarnya para pemulung
terletak tidak jauh dari TPA. Pemulung bisa langsung menjual hasil kaisan
mereka pada para perongsok yang berjejer di sepanjang jalan masuk ke TPA
Bakung. Bertanya soal kesehatan pemulung TPA Bakung, ternyata mereka semua
sehat dan jarang ada yang sakit keras karena tiap hari bergumul dengan sampah.
|
Anak-anak TPA Bakung sedang bermain di gubuk. |
|
Deretan gubuk peristirahatan di tengah TPA Bakung. |
Menimbang
banyak temuan di atas, akhirnya saya urungkan untuk memuat kisah para pemulung
TPA Bakung ke rekomendasi kurban Viva-EXTRAJOSS 2012. Lantaran mereka jelas
lebih beruntung ketimbang para warga Kampung Jembatan Beton. Saya tidak tahu
apakah di TPA sampah lain di Indonesia juga begini tapi setidaknya inilah fakta
yang ada di TPA Bakung.
|
Foto bersama anak Teknik Lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung
di sisi lain keindahan TPA Bakung. |
Download informasi lebih lanjut tentang TPA Bakung.